Namun,
lagi-lagi...ia harus menelan rasa putus asa yang begitu mendalam. Sang gadis berkerudung
hitam mengabarkan kepada seluruh sahabat-sahabatnya, bahwa tak lama lagi ia
akan menikah dengan seorang ikhwan yang telah dipilihkan untuknya. Undangan pun
sampai ditangannya, dengan berurai airmata tangannya gemetar. Ia meyakinkan
dirinya, bahwa ini adalah kenyataan. Ia menangis berminggu-minggu. Belum lagi
sahabat dekatnya yang sudah meengetahui rencananya ingin melamar gadis
berkerudung hitam terus saja mengulas-ulas kenangan dahulu mengenai gadis itu.
Kini
ia bukan lagi gadis berkerudung hitam, melainkan wanita sholehah milik
seseorang yang memakai kerudung putih borkat dengan melati dikepalanya. Matanya
tidak lagi sembab, melainkan menghitam. Dibukanya jejaring sosial, diketiknya
nama gadis pujaan hatinya itu, dicarinya foto gadis itu, termasuk foto
pernikahannya, tidak dijumpainya. Dia tersenyum bangga, ternyata gadis
pujaannya masih seperti yang dulu, tidak suka mengumbar wajah. Senyumnya
kemudian menjadi dingin, tatapannya kosong. Kini dia sudah milik seseorang.
Airmatanya kembali menetes meski ia tak ingin menangis. Aku pun sudah jarang ia
sentuh, ia tak lagi menulis curahan hatinya padaku. Ia sering terlihat berfikir
keras dan berpergian tanpa membawaku. Ia kini semakin sibuk, terakhir aku
dengar ia menjadi menjabat sebagai ketua dari bidang tertentu dikampusnya dan
menjadi ketua umum dalam suatu organisasi nasional diluar kampusnya. Ketika
malam sudah menyelimut, ia menangis diatas sajadah. Dan ketika pagi datang, ia
berburu bersama motornya mengejar amanah-amanah yang sedang bergelayut dipundaknya.
Hampir setiap malam aku melihatnya memandang leptop bersama tumpukan buku
didekatnya. Wajahnya tidak bercahaya lagi, dibawah matanya menghitam, keningnya
terlihat guratan-guratan keras.
Sampai
akhirnya, aku terbangun disuatu hari yang begitu mendung, dijumat pagi. Dari
dalam kamarnya aku memandang kearah luar. Ia dikelilingi banyak orang-orang
yang sedang berduka, tubuhnya terbujur kaku dengan beberapa helai kain
diatasnya. Aku melihatnya tersenyum padaku, aku pejamkan mata kuat-kuat
kemudian membuka nya kembali, ternyata ilusi. Aku masih melihatnya terbujur kaku.
Salah seorang kudengar samar-samar mengatakan, “motornya hancur begitu ditabrak
dari belakang dengan kecepatan tinggi”. Aku terdiam, aku hanya agenda biru yang
tak bisa menangis. Aku mengulang-ulang kenangan terakhirku bersamanya, ia
memelukku dengan begitu ceria. Iyaaa...aku ingat, ia begitu ceria hari itu.
Entah apa itu, ia tak menceritakannya padaku. Ataukah ia merasa bahagia karna hari
itu ia akan bertemu dengan bidadari surga seperti janji Allah bagi para pejuang
agamaNya?
Aku
kembali terdiam, aku hanya agenda biru yang tak bisa menangis. Aku
mengulang-ulang kenangan terakhirku bersamanya, ia memelukku dengan begitu
ceria.
Bunyu,
25 Januari 2013
Teruntuk
Adik-adik Fikri Asy-Syura
Bunyu daerah mana ?
BalasHapus