Selepas
sholat ashar, ia memutuskan keluar dari mesjid sambil membawaku -agenda
birunya- dan duduk ditaman belakang yang mengarah keruangan syura’ tadi, dengan
harapan dapat membantu menjaga pandangannya dari ketertarikan terhadap gadis
itu. Beberapa ikrar digoreskannya didalam hati, bahwa suatu hari nanti ia akan
datang meminang gadis berkerudung hitam sesegera mungkin agar semakin ringan
langkahnya berjalan dijalan dakwah ini, terhindar dari virus merah jambu yang
acap kali menyerang para aktivis dakwah. Terlebih jika ia bersama gadis itu
menapak kerikil kehidupan, semua akan terasa indah. Ya, dia berikrar akan
menjadi orang hebat secepatnya, mendapat pekerjaan dan segera meminang gadis
itu.
Tanpa
sengaja, tiba-tiba gadis berkerudung hitam lewat didepannya, masuk menuju
rungan syura’ tadi, padahal sudah dia perkirakan bahwa setelah gadis itu turun
dari tangga pastinya langsung menuju parkiran untuk pulang, rupanya gadis itu
justru memutar arah menuju taman belakang dan masuk keruangan syura’. Ia
terkejut, gadis itu pun terkejut. Namun seperti biasa, gadis itu langsung
menundukkan pandangan dan ia berkata, “afwan, agenda ana tertinggal”. Ia hanya
membalas, “iya”.
Ia
kemudian berfikir, benar juga sindiran saat syura’ kemarin, apa salahnya gadis
berkerudung hitam itu mengucapkan, “afwan akh, agenda ana tertinggal, hehehe”,
kan jauh lebih akrab. Apakah berat baginya untuk sedikit tersenyum? Tapi, ia
juga pernah melihatnya dari kejauhan sedang tertawa bersama teman-teman wanita
nya, dengan begitu akrab dan renyah. Dia begitu ceria. Semoga bentuk dinginnya
ini hanya sebagai bentuk menjaga hijab, bukan karna kebencian atau sombong. Aku
malah berfikir, jika gadis itu menjawab dengan akrab apalagi disertai hehehe,
pastinya nanti balasan para laki-laki, “oooh..kok udah pikun? Kan masih muda?” atau
”kalau sekiranya hilang, eneng suka agenda warna apa? Jalan sama abang yuk”,
hehehehe.
Beberapa
bulan pun berlalu, gadis berkerudung hitam sudah jarang terlihat mengikuti
kegiatan kampus. Ia bisa lega mengikuti dakwah tanpa beban virus mematikan itu.
Namun terkadang ia ingin mencari tahu kemana perginya gadis berkerudung hitam.
Begitu seterusnya, rutinitas terus berlanjut. Sampai suatu hari, ia melihat
gadis berkerudung hitam datang menghadiri Musyawarah Besar organisasinya,
hatinya berdetak begitu kencang, darahnya seperti berdesir. Hari itu menjadi
hari yang begitu ceria. Serasa lebih bersemangat. Setiap koreksian kalimat dan pembaharuan
program kerja ia berikan banyak masukan. Sesekali diliriknya gadis berkerudung
hitam yang duduk disebelah kanan belakang, untuk memastikan gadis berkerudung
hitam masih ada ditempatnya. Gadis itu sedang fokus sekali membaca lembar demi
lembar program kerja. Dalam hatinya, Semoga
engkau terus istiqomah seperti saat ini...
Selesai
Mubes, ternyata ia telah salah, hari itu bukanlah hari yang berbahagia baginya.
Rasa putus asa seketika begitu menyelimuti dirinya. Ia melirik kearahku, agenda
birunya. Aku tahu, ia ingin mengabarkan kabar buruk yang telah didengarnya
kepada ku.
Sang
gadis berkerudung hitam akan pindah kuliah, mengambil jurusan idamannya dipulau
jawa. Langit yang biru yang ia lihat tadi berubah menjadi kelabu, seakan-akan
awan turut melunturkan warna putihnya, matahari seperti enggan menyinari lagi,
lapangan mesjid yang ia lihat gersang, kosong dan sunyi. Ia menyalahkan
dirinya, kenapa saat itu ia berdoa agar sang gadis pergi jauh. Apakah itu salah
satu doa yang diijabah karna ia sedang terdzalimi oleh perasaan cinta yang
belum tepat pada waktunya? Matanya sembab. Teman-temannya yang lain melihat,
kemudian menyimpan sejuta pertanyaan pada matanya.
Hari-haripun
berjalan, meski tanpa gadis berkerudung hitam, dakwah baginya akan tetap terus
berjalan. Meski langkahnya terasa gontai, meski tulang-tulangnya tak sekuat
baja seperti dulu lagi. Kegiatan demi kegiatan terus bergulir. Ia terbayang
gadis berkerudung hitam sedang tertawa bercengkrama didepan perpustakaan
bersama teman-temannya, kemudian dipalingkan wajahnya menuju tangga mesjid dan
lantai dua. Tiba-tiba nafasnya berat, seperti tercekal lehernya.
Dipulau
lain, gadis berkerudung hitam sibuk bersama organisasi barunya, sibuk dengan segudang
kegiatan akademiknya. Gadis itu pun lirih membisikkan, aku rindu dakwah bersama teman-temanku yang dulu.... begitu
terstruktur, begitu berada dizona aman karna bersama teman-teman yang kuat
sefaham, aku rinduu..
Perlahan, perpisahan itu mengajarkan mereka
berdua agar menjadi orang-orang yang kuat. Sedang aku semakin usang. Empat
tahun lamanya setelah perpisahan. Gadis berkerudung hitam kini tumbuh menjadi
akhwat yang tangguh. Begitu juga dengan dirinya, ia mencoba untuk menyambung
untaian-untaian yang sempat tercerai berai, mengumpulkan sisa asa yang hampir
hilang entah kemana. Ia masih ingin meminang gadis berkerudung hitam. Ia
mencoretku, digoreskan kalkulasinya, uang yang ia dapatkan dengan lamanya waktu
yang harus ia gunakan. Ia bahkan mengira-ngira bulan dan tahun berapa untuk
bisa datang meminang gadis berkerudung hitam itu.
0 komentar:
Posting Komentar