Redaksi 1 – Kamis, 27 Safar 1434 H /
10 Januari 2013 07:19 WIB
Bergerak dari rasa kepedulian dan
keprihatianan, melihat fenomena yang terjadi saat ini, dimana maksiat sudah
dianggap sebagai hal yang lumrah. Bahkan sebagian orang menganggap hal demikian
adalah hal yang naluriyah, “jadi ya…ga munafik juga, itu manusiawi!” begitu
tanggapan salah seorang mahasiswa universitas ternama di Indonesia. Yap..
pembahasan yang akan diulas kali ini tidak jauh dari “virus merah jambu”.
Virus merah jambu atau yang sering
kita sebut “cinta” adalah hal yang tak akan habis-habisnya untuk dibahas.
Setiap orang pasti pernah merasakan cinta, setiap orang ingin nyinta dan
dicinta. Dan sebagian orang ada yang menjadikan cinta sebagai berhala.
Naudzubillah.
Islam tidak pernah melarang siapapun
untuk jatuh cinta, karna segala yang ada dalam dunia ini merupakan cerminan
cinta Allah yang Maha Mencintai, mencintai makhluqnya sehingga Allah jadikan
alam semesta ini dengan kesempurnaan dan sebaik-baiknya penciptaan. Namun
bagaimana dengan perasaan cinta kepada lawan jenis yang sering kali melanda
hati manusia ???
Tidak ada larangan, dan itulah
fitroh manusia. Bahkan Fatimah putri kesayangan Nabi Muhammad pun telah jatuh
cinta kepada Ali bin Abi Tholib saat pertama kali bertemu juga Zulaikha yang
tergila-gila pada Nabi Yusuf karna pesona ketampanan Nabi Yusuf yang luarbiasa.
Maka dari itu fenomena cinta ini merupakan hal yang naluriyah, saya tegaskan kembali
bahwa adanya perasaan cinta dalam diri manusia itulah yang naluriyah. Akan
tetapi tidak jarang orang yang salah dalam menindak lanjuti perasaan naluriyah
ini sehingga kemuliaan cinta yang awalnya bersifat manusiawi kini berubah
menjadi hewani.
Mengapa demikian ? Fenomenanya,
ketertarikan dengan lawan jenis ini dilanjutkan dengan tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan ajaran agama kita, islam. Bahkan bagi mereka yang
menjalaninya menganggap bahwa “pacaran” hukumnya sah-sah saja dan manusiawi. Kembali
pada perintah yang jelas tertulis dalam kitab suci Al-Qur’an, bahwasanya Allah
berfirman :
“Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk.” (QS.Al-Isra : 32 )
Dalam ayat ini memang tidak secara langsung menegaskan bahwa
pacaran itu dilarang, namun pada realitas yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari pacaran merupakan pintu gerbang yang paling mudah untuk memasuki
jurang perzinahan. maka sangatlah pantas jika pacaran dikategorikan sebagai
implementasi perzinahan, bahkan menurut teori psikoseksual pacaran merupakan
salah satu bentuk pelampiasan seksual.
Ini berarti pengkategorian pacaran
sebagai salah satu bentuk perzinahan telah dibenarkan oleh teori-teori yang
ada, karena faktanya orang yang menjalani pacaran sangat jarang terhindar dari
aktivitas: saling bersentuhan, saling memandang, berkhalwat (berdua-duan),
bermanja-manja / melembutkan suara bagi perempuan. Padahal dalil-dalil yang
melarang aktifitas-aktifitas di atas sudah cukup jelas. Mengenai aktifitas
saling bersentuhan, Nabi Muhammad Saw bersabda :
“Kepala salah seorang
ditusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya daripada
menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”(HR.
Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 20/210 dari Ma’qil bin
Yasar radhiyallahu ‘anhu, lihat Ash-Shahihah no.
226)
Ini berarti kepala sesorang yang
ditusuk dengan jarum besi saja merupakan hal lebih baik daripada sesorang
menyentuh wanita yang bukan mukhrim, lantas bagaimana hukuman bagi orang yang
saling bersentuhan (dengan kesengajaan) ? Wallahu a’lam. Yang pasti Nabi
Muhammad saw telah memberikan peringatan keras dalam hadits tersebut.
Kemudian disusul dengan aktivitas
saling memandang. Al-Qur’an sangat jelas memerintahkan baik laki-laki maupun
perempuan untuk saling menundukkan pandangan, dalam Surat An-Nisa ayat 30-31,
Allah berfirman :
Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.(An-Nissa : 30)
Katakanlah kepada wanita yang
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak daripadanya……” (An-Nissa : 31)
Namun pada kenyataannya, aktivis
pacaran tidak akan memperdulikan perintah agung ini.
dalam riwayat lain Dari
Buraidah radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
يَا عِلِيُّ، لَا تُتْبِعِ
النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ
“Wahai ‘Ali, janganlah kamu
mengikutkan pandangan dengan pandangan. Sesungguhnya bagimu hanyalah pandangan
yang pertama, dan bukan yang setelahnya”.
Artinya bahwa pandangan yang pertama
adalah pandangan tiba-tiba tanpa kesengajaan, maka adanya pandangan pertama itu
diampuni, tanpa dosa. Namun tidak boleh melanjutkan pandangan dengan pandangan
yang kedua yang dimaksudkan untuk menikmati, karna melalui pandangan pun akan
menjerumuskan pelakunya dalam kategori zina.
Dari Abu Hurairah radliyallaahu
’anhu, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda :
كُتِبَ عَلَى ابْنِ أدَمَ نَصِيْبُهُ
مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌُ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا
النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ
الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا،
وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
”Telah dituliskan atas Bani Adam
bagian dari zina yang pasti ia melakukannya, tidak bisa tidak. Maka, zina
kedua mata adalah melihat (yang diharamkan), zina kedua telinga adalah
mendengar (yang diharamkan), zina lisan adalah berkata-kata (yang diharamkan),
zina tangan adalah memegang (yang diharamkan), zina kaki adalah melangkah (ke
tempat yang diharamkan), hati berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluan
membenarkan itu semua atau mendustakannya”.
Jadi, perintah Allah kepada hambanya
baik laki-laki maupun permpuan untuk menundukkan pandangan tidak lain adalah
untuk menghindari diri dari perbuatan zina sebagaimana telah ditetapkan bahwa
zina kedua mata adalah dengan melihat/memandang (yang diharamkan).
Larangan untuk berdua-duaan.
Rasulullah saw. bersabda :
“Sungguh tidaklah seorang laki-laki
bersepi-sepi (berduaan) dengan seorang wanita, kecuali yang ketiga dari
keduanya adalah syetan.”
(HR. at-Tirmidzi)
Hadits ini menegaskan diharamkannya
berkhalwat bagi seorang pria dengan wanita asing atau bukan mahramnya. Karena Nabi
saw melalui syariat ini menginginkan kita menghindari banyak penyakit sosial
dan fisik.
Dalam sebuah penelitian mutakhir,
diketahui bahwa ketika laki-laki yang berkhalwat dengan perempuan yang bukan
mahrom yang memiliki daya tarik tinggi, itu akan memacu meningkatnya hormon
kortisol yang merupakan hormone petanggung jawab terjadinya stress dalam tubuh.
Hanya dengan duduknya seorang laki-laki selama lima menit bersama seorang
wanita maka laki-laki akan mengalami kenaikan hormone dengan proporsi tinggi.
Para ilmuwan mengatakan bahwa hormon
kortisol sangat penting bagi tubuh dan berguna untuk kinerja tubuh, tetapi
dengan syarat mampu meningkatkan proporsi yang rendah, jika terjadi peningkatan
hormon dalam tubuh dan berulang terus menerus proses tersebut, maka hal itu
dapat menyebabkan penyakit serius seperti penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, diabetes dan penyakit lainnya yang mungkin meningkatkan nafsu seksual.
Melembutkan suara (bagi perempuan)
juga sering terjadi dalam aktivitas pacaran. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala
telah berfirman:
“Maka janganlah kalian merendahkan
suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit
dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al-Ahzab: 32)
Mungkin sebagian kita akan berdalih “
loh, itukan hanya bersuara ? apa salahnya kalau perempuan itu bersuara,
fitrahnya perempuan memang dengan kelembutannya !”
Ketahuilah, bahwa suara perempuan
merupakan aurat yang dapat menimbulkan fitnah bagi laki-laki. Maka dari itu
dalam seni bergaul islam hal ini sangat diperingatkan kepada wanita agar
senantiasa berbicara seperlunya kepada lawan jenis, dengan tidak melembutkan
suara dan menundukkan pandangan.
Beberapa waktu yang lalu teman saya
pernah menyanggah bahwa pacaran tidak selalu identik dengan hal-hal negative,
“saya pacaran tapi merujuk pada hal-hal yang positif, nyemangatin belajar, jadi
punya temen curhat, ya pokoknya pacaran yang positif lah!”, begitu ucap teman
saya.
Kembali pada aspek-aspek pacaran,
bagaimana aktivitasnya saya pastikan ketika dua orang yang saling
mempunyai rasa ketertarikan sehingga keduanya memutuskan untuk berpacaran, maka
aktivitas-aktivitas yang ada di dalamnya tidak akan terhindar dari hal-hal yang
sebelumnya telah saya sebutkan, seperti: saling memandang, saling bersentuhan,
berdua-duaan (khalwat), dan melembutkan suara bagi perempuan. Setidaknya
kalaupun dua orang yang berpacaran tidak bersentuhan, aktivitas saling
memandang dan berkhalwat itu pasti terjadi.
Lantas bagaimana bagi mereka yang
berpacaran tapi tidak pernah bertemu sebelumnya, misalnya mereka hanya saling
mengenal lewat ponsel, komunikasi yang mereka bangun hanya lewat telepon saja
???
Kendati pun komunikasi hanya melalui
telepon, pacaran apapun itu bentuknya tidak akan terhindar dari unsur-unsur
zina. Ketika dua orang yang dimabuk cinta saling berkomunikasi, setuju atau
tidak, pihak wanita pasti akan melembutkan suara, dan keduanya akan
saling bermanja. Perlu kita ketahui bahwa dengan hanya mendengar suara wanita,
itu akan mampu membangkitkan syahwat laki-laki. Maka dari itu adanya larangan
untuk melembutkan suara ketika berbicara dengan lawan jenis bukanlah tanpa
sebab, tapi larangan itu dibuat agar manusia selamat dari azab Allah yang amat
pedih.
Apapun alasan yang dibuat manusia,
tetaplah segala sesuatu yang dilarang Allah itu berarti hukumnya haram dan
mengandung banyak mudhorot. Ada yang beralasan, “kami berpacaran semata-mata
karna ingin saling mengingatkan, dan mengajak kepada kebaikan. Mengingatkan
sholat, qiyamul lail bersama, ngaji sama-sama, itukan positif !”
Ya, aktivitasnya memang positif,
tapi niatnya sudah berbeda. Rajin sholat karena pacar, rajin ngaji karna pacar,
qiyamul lail karna pacar, bukan karna Allah. Lalu kalau sudah putus sama pacar,
akankah ibadah ini akan bertahan ?. 95% tentu tidak, ibadah ini lambat laun
akan menurun, musnah dan bisa jadi seseorang ini justru akan lebih buruk dari
sebelumnya. Ko bisa ? sangat bisa, karna segala sesuatu yang dilakukan bukan
karna Dzat yang Maha Kekal, sifatnya tidak kekal. Ia akan pudar sedikit demi
sedikit karna merasa kehilangan factor pendorong ibadahnya, lantas dalam kurun
waktu tertentu semangat ibadah ini akan hilang sama sekali.
Maka tidak ada alasan bagi seseorang
untuk mengatakan bahwa pacaran itu positif. Lalu bagaimana solusi bagi mereka
yang berpacaran agar tidak dikategorikan zina ?
Solusinya, ya putusin pacar, dan
jangan pacaran lagi. Jika memang sudah siap untuk mempertanggungjawabkan rasa
cinta, maka islam memberikan jalan yang paling tepat dan barokah ialah dengan
menikah. Jika belum mampu menikah maka perbanyaklah berpuasa. Loh apa
hubungannya puasa dengan cinta ?. Nyambung dong! dengan puasa kita mampu
mengontrol hawa nafsu, dengan puasa kita akan lebih terjaga dari hal-hal yang
berbau maksiat, dengan berpuasa kita akan lebih banyak mengingat Allah. Dan
dengan itulah Allah juga akan membantu hamba-Nya yang sungguh-sungguh dalam
ketaatan kepada-Nya.
Untuk menjauhkan diri dari
dorongan syahwat yang akan menjerumuskan manusia dalam kemaksiatan, sebenarnya
solusinya bukan hanya dengan berpuasa, bisa dengan membiasakan pola hidup
sehat, seperti olah raga. Dengan olah raga tubuh akan mampu mengontrol
hormon-hormon yang bertanggung jawab terhadap peningkatan syahwat, karna
nyatanya meningkatnya syahwat bukan hanya karna dorongan nafsu syaithan tapi
juga karna adanya ketidakseimbangan hormone yang terdapat dalam tubuh manusia.
Kemudian disusul dengan
memperbanyak dzikrullah, berkumpul dengan orang sholeh, baca qur’an dan
maknanya, dan sholat malam. Ko jadi kaya tombo ati ?
Yup.. bener banget, solusi ini emang
diambil dari 5 perkara tombo ati, bukan karna ga punya ide lagi buat nulis tapi
segala bentuk kemaksiatan pasti berakar pada hati yang berpenyakit.
Rosulullah bersabda: “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging.
Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula
seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari
no. 52 dan Muslim no. 1599).
Jadi jelas segala sesuatu yang ada
pada diri kita bersumber dari hati, jika hati kita baik maka apa yang kita
lakukan adalah hal yang baik, tapi jika hati berpenyakit maka apa yang kita
lakukan adalah hal yang buruk. Maka dari itu 5 perkara tombo ati ini sangat
berpengaruh untuk perbaikan hati yang akan berimbas pada baiknya seluruh jasad.
Wallahu a’lam bishshowab…
http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/menyikapi-virus-merah-jambu.htm#.UQaXUVKMY78
subhanallah,
BalasHapussemoga Allah slalu menjaga kita dari hal2 duniawi yg akan membinasakan diri kita sendiri.
keep posting!
Hati2lah dengan hati...
BalasHapus