Gadis itu tidaklah cantik, wajahnya sederhana. Selepas syura’, gadis berkerudung hitam itu langsung cepat-cepat menuju lantai dua mesjid khusus akhwat. Seorang pria hanya menatapnya kosong kala jari jemarinya terlihat berjalan memegang pegangan tangga menuju atas mesjid. Sedang wanita-wanita lainnya terus saja bercengkrama menyambung pembahasan syura’ yang menurutnya masih belum tuntas. Ia pun turut mengikut langkah, diambilnya air wudhu kemudian dikeuarkannya mushaf maroon yang ada didekatku dari dalam ranselnya. Di sudut belakang mesjid lantai satu kumandang ayat-ayat alqur’an dibacanya berbisik, sedang diluar masih saja ia mendengar sahabat-sahabatnya yang lain bercengkrama, tertawa dan sebagian yang lainnya membersihkan halaman mesjid.
Aku
hanya memandanginya saja. Sudah sejak lama ia menyukai gadis berkerudung hitam
itu, entah kenapa sulit baginya untuk menepis segala rasa. Kesukaanya bukanlah
berawal dari organisasi dakwah yang sedang ia geluti sekarang ini, melainkan
sejak SMA. Saat itu gadis berkerudung hitam tidak seperti sekarang, kerudungnya
masih biasa sampai bahu. Ketertarikannya lah yang menerjemahkan bahwa gadis
berkerudung hitam itu adalah wanita yang rajin ibadah.
“Aahh..”,
segera ia tepiskan lagi kenangannya saat SMA dulu, ia harus menyadari bahwa gadis
berkerudung hitam kini telah berubah, ia harus menjaga diri dan juga membantu
gadis berkerudung hitam untuk menjaga hatinya. Kini kerudung lebar dan tertutup
ciri khas gadis tersebut. Setiap berjumpa dijalan ia hanya tertunduk tanpa
memandang sedikitpun dan kadang-kadang mengucapkan salam dengan begitu dingin.
Pernah suatu kali pada saat syura’, gadis ini mendapatkan sindiran lantaran
terlalu sombong saat berjumpa dengan teman laki-laki yang lain. Ia faham betul
kenapa -gadis berkerudung hitam- seperti itu, dan tidaklah mungkin ia
memberontak ditengah syura’ mengepalkan tangannya serta berteriak, sedang gadis
berkerudung hitam itu hanya menunduk biasa saat mendengar sindiran mereka.
Diliriknya jam yang ada
ditangannya, sudah menunjukkan masuknya waktu ashar. Disimpannya mushaf
maroonnya diatasku, kemudian dengan segera ia berdiri dekat mimbar dan menaruh
bibirnya beberapa senti didepan mikrofon. Ditariknya nafas dalam-dalam,
seketika itu juga ia terbesit gadis berkerudung hitam, ia pasti senang mendengar aku adzan. “Huuuft..”, dibuangnya kembali
nafasnya dengan lemas. Ia mundur, kemudian dipanggilnya salah seorang temannya yang baru saja selesai
membersihkan tempat wudhu. “akh..adzan dong, dah masuk waktu ashar”. Lirih
dalam hati, Betapa susah menjaga hati
ini. Gadis berkerudung hitam, ada baiknya engkau pergi saja jauh-jauh dari
kehidupanku”, ia terdiam, kemudian diperbaikinya, “Ada baiknya engkau pergi menuntut ilmu ditempat lain”. Disisi
lain, si gadis berkerudung hitam segera mengakhiri tilawahnya, kemudian
bersiap-siap mengambil barisan menjadi makmum. Hatinya bergumam, oh..kenapa bukan dia yang adzan.
Part 2 ??
BalasHapus